Perbedaan Masyarakat Kota dan Masyarakat Desa
Dalam
masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural
community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994),
per-bedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian
masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu
desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat
membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya
karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan
fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda,
bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri
antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin
(1972) sebagai berikut:
Masyarakat
Pedesaan
|
Masyarakat Kota
|
Perilaku homogen.
Perilaku dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan
kebersamaan.
Perilaku yang beroientasi pada radisi dan status.
Isolasi sosial sehingga statis.
Kesatuan dan keutuhan kultural.
Banyak ritual an nilai-nilai sakral.
Kolektivisme.
|
Perilaku heterogen.
Perilaku dilandasi oleh konsep pengandalan diri
dan kelembagaan.
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan
fungsi.
Mobilitas sosiak sehingga dinamis.
Kebauran dan diserfisikasi cultural.
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular.
Individualisme.
|
Warga suatu
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam
ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem
kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994).
Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di
desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan.
Sistem
kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk
masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya
tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti
pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian,
hanya merupakan pekerjaan sambilan saja .
Golongan
orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting.
Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan
yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan
kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan,
lurah dan sebagainya.
Ada beberapa
ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan
kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat
mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut
sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8) solidaritas sosial
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan kepadatan penduduk
2) lingkungan hidup
3) mata pencaharian
4) corak kehidupan sosial
5) stratifiksi sosial
6) mobilitas sosial
7) pola interaksi sosial
8) solidaritas sosial
9) kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.
Kesimpulan dan saran :
Manusia menjalani kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya
mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang
lain , maka dari itu manusia disebut makhluk sosial.
Oleh karena itu kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah
pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-cita kehidupan yang
harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan. Tentunya itulah harapan
kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan sekarang ini, jauh sekali
dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara ini, kesenjangan Sosial,
yang kaya makin Kaya dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang
masih rendah, orang mudah sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral) hanya
karena hal sepele saja, dan masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut
diatas yang kita rasakan bersama, mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan
dimana kita tinggal.
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus dengan
pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan kota.
Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah yang
terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat urbanisasi
menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang sempit bahwa
dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan sejahtera
menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila
pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa tertinggal
dengan membuka lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya investasi
dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang memberikan
keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih
baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan.
Sumber keseluruhan dari BAB VI dan BAB VII