Senin, 30 Maret 2009
Stratifikasi Sosial: Sebuah
Catatan Awal
Oleh I Wayan Suyadnya
Masyarakat
merupakan sekumpulan individu yang membentuk sistem sosial tertentu dan secara
bersama-sama memiliki tujuan bersama yang hendak dicapai, dan hidup dalam satu
wilayah tertentu (dengan batas daerah tertentu) serta memiliki pemerintahan
untuk mengatur tujuan-tujuan kelompoknya atau individu dalam organisasinya.
Dalam masyarakat itu kemudian semakin lama terbentuk suatu struktur yang jelas
yaitu terbentuknya kebiasaan-kebiasaan, cara (usage), nilai/norma dan adat
istiadat. Struktur sosial yang terbentuk ini kemudian lama kelamaan menyebabkan
adanya spesialisasi dalam masyarakat yang mengarah terciptanya status sosial
yang berbeda antar individu.
Perbedaan
status sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh perbedaan peran
yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada diri seseorang.
Pembedaan-pembedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial pada kenyataannya adalah seperangkat kerangka konseptual bagaimana memahami dan mendefinisikannya sebagai satu aspek dari organisasi sosial. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kelley, “since every individual occupies numerous social position and plays many roles, it is possible to classify persons into status-role categories, which are ranked in terms of the relative position of their roles taken as a whole”. Esensi dari stratifikasi sosial adalah setiap individu memiliki beberapa posisi sosial dan masing-masing orang memerankan beberapa peran, sehingga hal ini memungkinkan untuk mengklasifikasikan individu-individu tersebut ke dalam kategori status-peran, dimana perangkingan didasarkan atas posisi relatif dari peran-peran yang mereka mainkan secara keseluruhan. Stratifikasi sosial didefinisikan secara eksplisit atau implisit sebagai sistem fungsional yang diakui dalam diferensiasi dan posisi rangking dalam kelompok, asosiasi, komunitas dan masyarakat. Dari definisi tersebut dapat dilihat terdapat tiga (3) elemen stratifikasi yaitu: (i) sistem perangkingan posisi sosial individu, (ii) struktur sosial yang dapat diaplikasikan pada segmen yang luas, dan (iii) berlangsung dalam periode waktu yang lama.
Pembedaan-pembedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih dikenal dengan stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial pada kenyataannya adalah seperangkat kerangka konseptual bagaimana memahami dan mendefinisikannya sebagai satu aspek dari organisasi sosial. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kelley, “since every individual occupies numerous social position and plays many roles, it is possible to classify persons into status-role categories, which are ranked in terms of the relative position of their roles taken as a whole”. Esensi dari stratifikasi sosial adalah setiap individu memiliki beberapa posisi sosial dan masing-masing orang memerankan beberapa peran, sehingga hal ini memungkinkan untuk mengklasifikasikan individu-individu tersebut ke dalam kategori status-peran, dimana perangkingan didasarkan atas posisi relatif dari peran-peran yang mereka mainkan secara keseluruhan. Stratifikasi sosial didefinisikan secara eksplisit atau implisit sebagai sistem fungsional yang diakui dalam diferensiasi dan posisi rangking dalam kelompok, asosiasi, komunitas dan masyarakat. Dari definisi tersebut dapat dilihat terdapat tiga (3) elemen stratifikasi yaitu: (i) sistem perangkingan posisi sosial individu, (ii) struktur sosial yang dapat diaplikasikan pada segmen yang luas, dan (iii) berlangsung dalam periode waktu yang lama.
Berdasarkan
definisi dari stratifikasi sosial di atas, dapat dilihat dengan jelas bentuk
dari diferensiasi sosial, tetapi terdapat sebuah perbedaan dari diferensiasi
sosial. Bentuk-bentuk lain dari diferensiasi sosial adalah peran kekerabatan/keluarga
(kinship roles), peran berdasarkan jenis kelamin (sex roles), atau peran
berdasarkan usia (age roles), dimana penentuannya didasarkan atas kualitas
masing-masing individu. Oleh karena itu, stratifikasi sosial merupakan konsep
yang universal. Stratifikasi sosial bersifat sangat luas karena stratifikasi
sosial itu menunjukkan atau memiliki fungsi sosial, diantaranya: (i) untuk
memberikan kemudahan dalam pembagian kerja yang jelas, untuk memudahkan
masing-masing individu menjalankan tugas-tugasnya (sebagai fungsi sosial
dibutuhkan untuk mengetahui kedudukan seseorang dalam struktur yang tinggi);
(ii) untuk memudahkan dalam pemberian penghargaan (reward) baik dalam bentuk
uang, prestise maupun kekuasaan; (iii) sebagai fungsi sosial untuk memperoleh kedudukannya
tidak berdasarkan atas dasar reward.
Stratifikasi
sosial menunjukkan adanya suatu ketidakseimbangan yang sistematis dari
kesejahteraan, kekuasaan dan prestise (gengsi) yang merupakan akibat dari
adanya posisi sosial (rangking sosial) seseorang di masyarakat. Sedangkan
ketidakseimbangan dapat didefinisikan sebagai perbedaan derajat dalam
kesejahteraan, kekuasaan dan hal-hal lain yang terdapat dalam masyarakat. Dalam
stratifikasi sosial, ketidakseimbangan dikatakan sistematis untuk menggarisbawahi
bahwa ketidakseimbangan dibangun di dalam struktur sosial dan bukan merupakan
akibat perbedaan individu atau kesempatan yang didapatkan oleh masing-masing
individu. Pada kenyataannya, salah satu pengertian dari sosiologi, bahwa
stratifikasi menjadi bagian besar dari masyawakat dan bukan sekedar
keberuntungan atau usaha personal. Semua masyarakat di dunia modern dipandang
sebagai masyarakat yang berlapis berdasarkan kesejahteraan, kekuasaan dan
prestise, dan juga berdasarkan atas hal lain seperti gender, ras dan etnis.
Setiap masyarakat dimana pun adanya
berada dalam suatu lingkup geografi dan budaya tertentu pada dasarnya memiliki
struktur sosial yang berbeda satu sama lainnya. Dalam masyarakat pasti memiliki
stratifikasi atau pelapisan sosial, tidak peduli masyarakat tersebut
dikelompokkan ke dalam masyarakat tradisonal ataupun modern. Hanya saja untuk
melihat fenomena ini memerlukan kejeliaan. Pada dasarnya pelapisan sosial
sebagai suatu ciri dari masyarakat (kehidupan manusia) baik masyarakat
tradisional atau modern. Keadaan ini membutuhkan adanya identitas setiap
lapisan masyarakat yang dapat dijadikan simbol bagi status sosial seseorang
yang dapat memberikan sejumlah hak dan kewajiban dalam kehidupan.
Bentuk Stratifikasi: Kasta, Estate dan Kelas Sosial
Anggapan
masyarakat modern secara refleks, bahwa tahap-tahap dalam pembangunan,
pekerjaan dalam organisasi dan pekerjaan berhubungan dengan struktur sosial
masyarakat setempat yang mana memberikan kerangka substansial yang terdiri dari
individu-individu, kelompok dan institusi dimana mereka hidup. Permasalahan
utama dalam masyarakat yang sering kali dilihat dan banyak mendapat perhatian
adalah kelas sosial (social class), ketidakseimbangan (Inequality) dan
perubahan sosial (social change). Konsep kelas muncul untuk mengidentifikasi
individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang membedakannya
dalam mendapatkan fasilitas kesehatan, ekonomi, kesejahteraan. Menurut
Sanderson, sistem stratifikasi sosial berkenaan dengan adanya dua atau lebih kelompok
dalam suatu masyarakat tertentu, yang anggota-anggotanya memiliki kekuasaan,
hak-hak istimewa, dan pretise yang tidak sama pula. Sistem stratifikasi sosial
ada tiga yakni caste, estate dan class system.
Kesimpulan dan komentar:
Pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat di samping
memberikan status sosial seseorang, entah status sosial tersebut naik
(mobilitas sosial vertikal naik) ataupun turun (mobilitas sosial vertikal
turun) atau hanya mengalami pergeseran status (mobilitas sosial horizontal),
semuanya tersebut juga memiliki peran yang tidak dapat dipisahkan dari status
sosial yang melekat pada status yang baru tersebut. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Weber, bahwa status sosial seseorang terkait dengan kehormatan
yang melekat dalam status tersebut.
Ketertutupan kelas sosial (kasta)
merupakan sebuah warisan feodalistik. Pada kebanyakan masyarakat tani
(masyarakat agraris) yang merupakan refresentasi dari keberadaan sistem
stratifikasi sosial yang mirip kasta masih kuat terjadi, petani hanyalah
sebagai penyewa lahan pertanian dari kelompok masyarakat yang memiliki modal
(penguasa tanah). Dengan keadaan dan dibawah bayang-bayang dari foedalistik
peninggalan Hindu, maka menjadi suatu hal yang sulit untuk melakukan mobilitas
antar kasta.
Harus ada keadilan dalam pelapisan sosial di masyarakat agar
tidak ada kecemburuan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar