Kamis, 05 April 2012

Manusia Sebagai Makhluk Termulia




Dari semua spesies makhluk Tuhan yang ada di alam semesta ini, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Pernyataan ini bukan pernyataan “isapan jempol”. Pernyataan itu diungkapkan langsung oleh yang menciptakan manusia dan juga yang menciptakan seluruh makhuk, yaitu Allah, Rabbul ‘alamin. Jadi, ga perlu diragukan bos! Untuk lebih yakin, silahkan baca Q.S. al-Isrâ/17: 70 (“Dan sungguh telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan  mereka atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”)
Sebagai bukti, banyak hal yang bisa kita ungkapkan untuk nunjukin bahwa manusia ini sejak awal memang sudah didesain oleh Tuhan untuk menjadi makhluk termulia. Kesatu, dalam catatan penciptaan alam semesta, manusia adalah makhluk terakhir yang diciptakan oleh Tuhan. Tapi hebatnya, begitu sosok manusia tercipta (Adam as), makhluk-makhluk “senior” yang lebih dulu menghuni “surga” justeru diperintahkan tunduk dan memberi hormat kepada Adam. Rekam jejak peristiwa ini terangkum dalam beberapa ayat di sekian surah dalam al-Qur’an (lih. Q.S. al-Baqarah/2: 34; al-A‘râf/7: 11; al-Isrâ’/17: 61; al-Kahfi/18: 50; Thâha/20: 116). Tak ayal, perintah Tuhan ini menuai protes. Sampai-sampai Tuhan membuka “forum dialog” bagi yang keberatan atas perintah-Nya itu. Lewat rekaman peristiwa ini, Tuhan mendeklarasikan bahwa manusia memiliki sejumlah kelebihan sehingga ia menjadi makhluk yang “lebih baik” daripada para seniornya, maka ia patut dihormati.
Bukti laen. Seturut pernyataan Tuhan, Ia menciptakan alam semesta ini adalah untuk kemaslahatan hidup manusia. “Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin...” Q.S. Luqmân/31:20  (lihat juga. Q.S. Ibrâhim/14:32-33; an-Nahl/16:12; al-Hajj/22:65; al-Jâtsiyah/45:12-13). Semua yang ada di langit dan di bumi “ditundukkan” oleh Tuhan demi kepentingan manusia. Semuanya harus tunduk pada kepentingan dan kemaslahatan manusia, dan manusia bisa “memanfaatkan” mereka semuanya. Nah, justeru karena inilah, nantinya ada manusia yang kebablasan menerima hak kuasa ini. Ada yang merasa dia menjadi pemilik alam semesta dan bebas melakukan apa saja terhadap alam ini. Lupa bahwa alam ini masih milik Tuhan; lupa kalo Pada saat yang sama Tuhan juga melarang kita melakukan kerusakan di atas bumi ini. Tapi gimana pun juga, dengan “ditundukkannya” alam ini oleh Tuhan untuk kepentingan manusia, memberi makna manusia memang tercipta “lebih baik” daripada makhluk lain di alam semesta ini.
Manusia, sejak awal penciptaannya sudah dilantik oleh Tuhan sebagai wakil-Nya. Dalam bahasa agama, manusia adalah khalifah Tuhan di atas bumi ini (Lih. Q.S. al-Baqarah/2: 30: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya aku menciptakan khalifah di atas bumi’. Para malaikat berkata, ‘Apakah Engkau akan menciptakan di atas bumi itu sosok yang akan membuat kerusakan di bumi itu dan akan menumpahkan darah? Padahal kami senantiasa menyucikan dan memuji-Mu’. Allah berfirman (kepada para malaikat itu), ‘Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”). Ayat ini sangat dahsyat kawan. Allah tidak hanya melantik manusia sebagai wakil-Nya (khalîfah fil ‘ardh), tetapi sekaligus memberi “garansi” bahwa manusia ini adalah sosok yang tepat. Ketika para malaikat yang hadir dalam “upacara pelantikan” itu meragukan kapabilitas sosok khalifah yang akan mewakili Tuhan di bumi, serta merta Tuhan berfirman: “innî a‘lamu mâ lâ ta‘lamûn” (Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar