Dari semua spesies makhluk Tuhan yang ada di
alam semesta ini, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Pernyataan ini
bukan pernyataan “isapan jempol”. Pernyataan itu diungkapkan langsung oleh yang
menciptakan manusia dan juga yang menciptakan seluruh makhuk, yaitu Allah,
Rabbul ‘alamin. Jadi, ga perlu diragukan bos! Untuk lebih
yakin, silahkan baca Q.S. al-Isrâ/17: 70 (“Dan sungguh telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”)
Sebagai bukti, banyak hal yang bisa kita ungkapkan untuk
nunjukin bahwa manusia ini sejak awal memang sudah didesain oleh Tuhan untuk
menjadi makhluk termulia. Kesatu, dalam catatan penciptaan alam semesta,
manusia adalah makhluk terakhir yang diciptakan oleh Tuhan. Tapi hebatnya,
begitu sosok manusia tercipta (Adam as), makhluk-makhluk “senior” yang lebih
dulu menghuni “surga” justeru diperintahkan tunduk dan memberi hormat kepada
Adam. Rekam jejak peristiwa ini terangkum dalam beberapa ayat di sekian surah
dalam al-Qur’an (lih. Q.S. al-Baqarah/2: 34; al-A‘râf/7: 11; al-Isrâ’/17: 61; al-Kahfi/18:
50; Thâha/20: 116). Tak ayal, perintah Tuhan ini menuai protes. Sampai-sampai
Tuhan membuka “forum dialog” bagi yang keberatan atas perintah-Nya itu. Lewat
rekaman peristiwa ini, Tuhan mendeklarasikan bahwa manusia memiliki sejumlah
kelebihan sehingga ia menjadi makhluk yang “lebih baik” daripada para
seniornya, maka ia patut dihormati.
Bukti laen. Seturut pernyataan Tuhan, Ia menciptakan alam
semesta ini adalah untuk kemaslahatan hidup manusia. “Tidakkah kamu
memperhatikan bahwa Allah telah menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang
ada di bumi untuk (kepentingan)mu dan menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir
dan batin...” Q.S. Luqmân/31:20 (lihat juga. Q.S. Ibrâhim/14:32-33;
an-Nahl/16:12; al-Hajj/22:65; al-Jâtsiyah/45:12-13). Semua yang ada di langit
dan di bumi “ditundukkan” oleh Tuhan demi kepentingan manusia. Semuanya harus
tunduk pada kepentingan dan kemaslahatan manusia, dan manusia bisa
“memanfaatkan” mereka semuanya. Nah, justeru karena inilah, nantinya ada
manusia yang kebablasan menerima hak kuasa ini. Ada yang
merasa dia menjadi pemilik alam semesta dan bebas melakukan apa saja terhadap
alam ini. Lupa bahwa alam ini masih milik Tuhan; lupa kalo Pada
saat yang sama Tuhan juga melarang kita melakukan kerusakan di atas bumi ini.
Tapi gimana pun juga, dengan “ditundukkannya” alam ini oleh
Tuhan untuk kepentingan manusia, memberi makna manusia memang tercipta “lebih
baik” daripada makhluk lain di alam semesta ini.
Manusia, sejak awal penciptaannya sudah dilantik oleh Tuhan
sebagai wakil-Nya. Dalam bahasa agama, manusia adalah khalifah Tuhan di atas
bumi ini (Lih. Q.S. al-Baqarah/2: 30: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata
kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya aku menciptakan khalifah di atas bumi’.
Para malaikat berkata, ‘Apakah Engkau akan menciptakan di atas bumi itu sosok
yang akan membuat kerusakan di bumi itu dan akan menumpahkan darah? Padahal
kami senantiasa menyucikan dan memuji-Mu’. Allah berfirman (kepada para
malaikat itu), ‘Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”).
Ayat ini sangat dahsyat kawan. Allah tidak hanya melantik manusia sebagai
wakil-Nya (khalîfah fil ‘ardh), tetapi sekaligus memberi “garansi” bahwa
manusia ini adalah sosok yang tepat. Ketika para malaikat yang hadir dalam
“upacara pelantikan” itu meragukan kapabilitas sosok khalifah yang akan
mewakili Tuhan di bumi, serta merta Tuhan berfirman: “innî a‘lamu mâ lâ
ta‘lamûn” (Sungguh Aku lebih mengetahui apa yang tidak kalian ketahui).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar