“Tidak
disebut kaya karena banyak hartanya tetapi yang disebut kaya (yang sebenarnya)
adalah kekayaan jiwa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
K
|
arakter
macam inilah yang dibangun oleh Rasulullah kepada para sahabatnya, sehingga
tidak mudah bagi mereka untk menengadahkan tangan, meminta-minta bantuan orang
lain, sekalipun mereka dalam kesusahan. Abdurahman bin Auf adalah salah satu
contohnya. Memang, beliau adalah termasuk salah satu sahabat yang kaya raya.
Namun
perlu diperhatikan, ketika beliau hijrah ke Madinah, kekayaan yang dimilikinya
ditinggal ke Mekkah. Setibanya beliau di Madinah, kemudian Rasulullah
mempersaudarakannya dengan salah satu sahabat Anshor, Sa’ad bin Ar-Rabi’.
Ketika itulah terlihat betapa Abdurrahman termasuk tipe orang yang tidak ingin
merepotkan orang lain dengan cara manerima segala apa yang ditawarkan
kepadanya.
Saat itu,
saudara Anshor tersebut mamberinya tawaran agar Abdurrahman sudi menerima
sebagian harta yang saudara Anshornya miliki, termasuk salah satu istrinya,
apabila Abdurrahman berkenan.
Namun apa
yang dilakukan oleh sahabat mulia ini, beliau menolak dengan halus, dan meminta
agar ditunjukkan pasar. Dengan kemahirannya dalam berniaga, akhirnya beliau
mampu memperoleh apa yang pernah ia rasakan sebelum berhijarah, yaitu harta
yang berlimpah ruah.
Perilaku
yang tidak jauh berbeda, juga ditunjukkan oleh para sahabat muhajirin lainnya,
ketika memperoleh tawaran dari saudara-saudara mereka, sahabat-sahabat Anshor.
Karenanya, menanamkan konsep bahwa “tangan diatas itu lebih baik daripada
tangan di bawah” setelah memiliki jiwa wirausaha, merupakan sesuatu yang sangat
urgen dalam meninggalakn kebiasaan
meminta-minta.
Sumber :
Majalah
Muzakki edisi Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar